Menakar Demokrasi Sebagai Jalan Perubahan Umat

BARA NEWS

- Redaksi

Jumat, 15 Maret 2024 - 15:51 WIB

50168 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Rafika Husnia
(Aktivis muslimah dan pengamat politik)

Rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) Pemilu 2024 sedang berlangsung oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penghitungan suara resmi (real count) ini dilakukan mulai 15 Februari hingga 20 Maret 2024. Hasil real count Pilpres 2024 hingga Minggu (25/2/2024) pukul 18.00 WIB, menunjukkan Prabowo-Gibran unggul di lima atau seluruh provinsi di Pulau Kalimantan.
Di Kalimantan Timur, paslon 2 meraih 1,30 juta suara atau unggul jauh dari paslon 1 Anies-Cak Imin dengan 295.444 suara dan paslon 3, Ganjar-Mahfud, dengan 159.917 suara. Prabowo-Gibran juga unggul signifikan di Kalimantan Utara.
Sementara itu, di tingkat nasional, berdasarkan data terkini dalam laman KPU pada Selasa (5/3/2024) pukul 15.00, jumlah suara paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran unggul dengan signifikan, memperoleh lebih dari 75,3 juta suara atau sekitar 58,82%. Kemudian, disusul paslon 1 Anies-Cak Imin sebanyak lebih dari 31,3 juta suara atau sekitar 24,49% dan paslon 3 Ganjar-Mahfud sebesar lebih dari 21,3 juta suara atau sekitar 16,68%. Saat ini, data yang masuk berjumlah 642.939 dari 823.236 TPS di 38 provinsi atau sekitar 77,83% dari total jumlah TPS di Indonesia.
Meski pesta demokrasi lima tahunan ini sudah banyak diwarnai dengan berbagai indikasi dugaan kecurangan dan meningkatnya pesimisme masyarakat akan peluang perubahan, nyatanya demokrasi masih dianggap sistem pemerintahan terbaik di antara pilihan lain yang buruk.
Di tengah kaum muslimin sendiri, doktrinasi sami’naa wa atha’naa kepada ulil amri dan fatwa ulama haram golput memicu polarisasi internal yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Banyak tokoh muslim dan figur publik meredam gejolak kekecewaan masyarakat dengan menaruh harapan perubahan pada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dirasa lebih pro Islam.
Lucunya, golput dilarang tapi mengusung visi penerapan hukum Islam tidak mau. Lalu dari mana kriteria pro Islam bisa dibuktikan? Menurut mereka, apapun hasilnya nanti, yang terpenting rakyat harus menyalurkan suaranya melalui pemilu jika menginginkan perubahan.
Mahar politik pemilu tahun ini ditengarai mencapai lima triliun rupiah. Selain berbiaya mahal, demokrasi sebetulnya sudah terbukti gagal menjadi jalan perubahan ke arah Islam. Contohnya sebagaimana yang pernah dialami partai FIS di Aljazair dan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Keduanya menyatakan diri sebagai partai politik berideologi Islam, sama-sama memenangkan pemilu dan tengah bersiap merancang perubahan ke arah Islam. Naas tidak butuh waktu lama, upaya mereka dijegal oleh militernya sendiri karena dianggap menghambat demokrasi di negaranya.

Demokrasi Bukan Jalan Perubahan Hakiki
Menilai demokrasi seharusnya tidak hanya bicara kulit luar saja, seperti slogan dan prinsip-prinsip penjaganya. Demokrasi kerap mendengungkan slogan unggulannya yang dianggap egaliter yaitu demokratis, dengan alasan sistem ini lahir dari dan oleh rakyat, lalu dijalankan untuk kepentingan rakyat (Abraham Lincoln, 1860-1865). Lebih lanjut, dalam praktiknya di lapangan, demokrasi menjunjung tinggi empat pilar kebebasan sebagai prinsip-prinsip dasar penjaga sistem.
Hal yang luput dari perhatian kalangan intelektual sekalipun ialah mencermati bagaimana proses lahirnya sistem demokrasi dan menemukan apa asas mendasar bagi sistem ini. Dengan begitu, diharapkan umat tidak kembali terperosok ke lubang yang sama berulang kali. Memang butuh pemikiran yang cemerlang untuk memahaminya, ini hanya bisa dilakukan dengan kacamata ideologi Islam.
Sistem yang dianggap terbaik dan sejalan dengan Islam ini faktanya lahir pada era kegelapan Eropa di tengah pertikaian panjang antara kaum intelektual dan kaum agamawan akibat penerapan teokrasi yang absurd selama berabad-abad. Jalan tengah yang dipilih adalah sekularisme, suatu paham yang memisahkan intervensi agama dari pengaturan kehidupan sosial, hingga berdampak pada pemisahan ajaran agama dari kekuasaan (baca: negara). Di sinilah dasar letak keharaman demokrasi dalam pandangan akidah Islam.
Gagasan sekularisme tentu membutuhkan dukungan mayoritas masyarakat yang buta akan politik sehingga dapat dimanfaatkan oleh para cendekiawan agar kedaulatan berpindah di tangan ‘rakyat’, tidak lagi di tangan ‘tuhan’ sebagaimana praktik klaim model kekuasaan sebelumnya. Maka topeng yang dipilih pada akhirnya ialah membangkitkan kembali demokrasi, padahal di masa lalu demokrasi Yunani kuno yang lahir pada abad ke-5 SM sudah tenggelam karena kegagalan alamiah. Bagaimana mungkin manusia menuhankan manusia lain untuk menjamin pemenuhan kemashlahatan hidupnya padahal sesama manusia itu lemah dan terbatas?
Berawal dari meletakkan kedaulatan di tangan rakyat (baca: wakil rakyat), artinya otoritas untuk menetapkan aturan menjadi milik manusia sepenuhnya. Maka tidak boleh ada andil tuhan dalam kehidupan berpolitik. Bahkan dengan konsep Trias Politica yang diusung Montesquieu (1748), berbagai hukum dalam sistem ini harus dirancang oleh legislatif, lalu dilaksanakan eksekutif, dan berikutnya diawasi oleh yudikatif agar dapat berjalan seirama. Sangat logis bilamana lingkaran kepentingan beredar kuat di kalangan ketiga pemangku kebijakan tersebut.
Persaingan politik yang tidak sehat niscaya lumrah terjadi dalam sistem demokrasi karena adanya simbiosis mutualisme antara penguasa, pengusaha, dan politisi yang berkumpul menjadi ‘geng oligarki’. Sementara rakyat mungkin dianggap ibarat parasit yang menggantungkan hidupnya pada geng ini.
Hutang budi penguasa pada sejumlah elit pengusaha dan politisi partai politik pengusungnya, menuntut mereka membangun dinasti kekuasaan agar dapat terus menjaga kepentingan ekonomi tuannya dalam skala nasional. Belum lagi kuatnya intervensi ideologi kapitalisme yang dibangun asing melalui berbagai program dan kebijakan internasional di kawasan, turut menekan mereka agar terus mengamankan kursi panasnya di istana. Karena jika tidak, mungkin posisinya yang justru akan terancam.
Tercorengnya wajah demokrasi di Indonesia akibat rentetan peristiwa menjelang hingga pasca pemilu seharusnya semakin menyadarkan umat bahwa mengabaikan standar halal-haram dalam setiap perbuatan, termasuk proses pengangkatan penguasa pasti menghasilkan kerusakan dan kehancuran. Inilah potret oligarki para kapitalis yang dalam film dokumenter Dirty Vote juga telah dibeberkan skandal dan kecurangan pemilu 2024 melalui pendekatan edukasi ilmiah.
Semua ini bukan lagi sekedar menjadi ancaman bagi konstitusi atau aib sejarah bagi generasi masa depan, melainkan pengkhianatan yang keji terhadap amanat rakyat dan pelanggaran syariat yang sistematis. Demokrasi hanya menghasilkan tiran baru yang akan terus melanggengkan kapitalisme, mustahil melirik Islam sebagai hukum yang layak diterapkan.
Perubahan Sesungguhnya Hanya dengan Islam
Dalam QS. Ar-Ra’d [13] ayat 11, Allah menyatakan,
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan (yang ada pada) diri mereka sendiri”. Pesan ini secara eksplisit mengajarkan bahwa perubahan harus dimulai dari umat muslim sendiri, perubahan juga harus dan hanya dengan membawa Islam sebagai panduannya. Ini karena hanya orang yang benar-benar beriman dan berkomitmen ingin membuktikan ketaqwaannya pada Allah sajalah yang mau menjalankan perintah tersebut.
Sebagian kelompok dakwah umumnya berbeda pendapat soal bentuk perubahan yang harus dilakukan, apakah ishlah (perbaikan) atau taghyir (perubahan total). Apabila persoalan yang dihadapi bersifat parsial, maka cukup dengan ishlah. Namun jika skala permasalahan yang menimpa umat sudah kompleks dan sistemik, maka jelas yang dibutuhkan adalah taghyir. Sebab karakter taghyir itu asasiyah (mendasar/radikal) dan inqilabiyah (menyeluruh/revolusioner).
Sebagai muslim, bukti keimanan yang paling sederhana diwujudkan dalam bentuk ketaatan dan keterikatan terhadap syariah secara kaffah. Namun saat ini, kemungkaran yang paling a’dzam terjadi akibat penerapan demokrasi kapitalisme dan monsterisasi terhadap dakwah penegakan syariah-khilafah oleh penguasa muslim yang sekuler.
Ketakutan dan kebencian umat akan terminologi syariah serta khilafah sebetulnya lahir dari ketidakpahaman akan gambaran Islam yang utuh dan lurus. Infiltrasi pemahaman tentang Islam moderat dan Islam nusantara yang mendominasi berbagai lapisan masyarakat sangat berdampak negatif. Ada pemakluman bagi umat muslim di Indonesia untuk tidak menjalankan syariah secara kaffah dan tidak dipimpin oleh kekuasaan dalam format khilafah karena sudah memiliki ciri khas dan budaya sendiri. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa yang umat butuhkan adalah taghyir, bukan lagi sekedar ishlah.
Dibutuhkan upaya yang terstruktur, sistematis, dan masif untuk mewujudkan perubahan yang mendasar dan menyeluruh. Umat muslim tidak perlu lagi mencari-cari formula dan menguji coba model perjuangan dakwah tertentu karena Rasulullah sebagai suri teladan terbaik sudah mencontohkan keberhasilan dakwah Islam dengan tahapannya yang khash. Kuncinya, perubahan harus dibangun dari penanaman aqidah yang mantap dan kokoh agar melahirkan kader pejuang yang tangguh dalam mengemban misi dakwah.
Sebelum berbicara soal tahapan dakwah Rasul, penting dipahami para kader dakwah bahwa berpegang pada metode dakwah yang baku merupakan suatu kewajiban. Sebab ini merupakan bagian dari syariat yang harus ditunaikan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Thariqah (metode) dakwah Rasulullah berdasarkan firman Allah dalam QS. Ali Imran [3] ayat 104 meliputi pemikiran, politik, dan berjama’ah.
Selanjutnya marhalah (tahapan) dakwah yang dilalui Rasulullah saw. bersama para sahabat ada tiga, yaitu tatsqif (pembinaan), tafaa’ul ma’al ummah (berinteraksi secara langsung ke tengah umat), dan istilaamul hukmi wa tathbiqul ahkaamil Islam (penerimaan kekuasaan dan penerapan hukum-hukum Islam). Ketiganya harus dilalui secara berurutan sekaligus berpegang pada metode dakwah yang sudah ada.
Inilah metode perubahan umat yang lahir bukan karena paksaan, ancaman, ataupun tipuan. Melainkan lahir dari buah kesadaran akan ketundukan terhadap Al-Khaliq Wal-Mudabbir. Umat harus berjuang bersama partai politik ideologis agar geraknya terstruktur dan sistematis, bukan partai yang oportunis.
Tantangan perjuangan pastilah ada, sebab di situlah letak limpahan pahala yang dijanjikan Allah swt sebelum fajar kemenangan tiba. Mulai dari ujian mental manakala bersikap dan tampil berbeda dengan lingkungan keluarga atau pertemanan yang masih sekuler, menyampaikan nasihat dakwah namun ditolak, atau melontarkan kritik wujud kepedulian namun dianggap intoleran.
Kebersihan dan kemurnian pengamalan fikrah dakwah suatu partai sangat dipengaruhi oleh faktor keikhlasan dan kesungguhan para pengembannya. Jika hari ini umat masih dipertontonkan panggung megah dan karpet merah kaum kuffar memimpin dan menguasai kaum muslimin, maka boleh jadi ada yang masih kurang dari upaya para pengemban dakwah. Alih-alih menunjuk siapa, semestinya kita bertanya pada diri sendiri, apa yang sudah kita lakukan untuk dakwah ini. Termasuk sudahkah kita merapatkan barisan jamaah dan tsiqqah pada qiyadah partai.
Sungguh, bangkitnya umat dengan pemahaman Islam yang hadir sebagai jawaban problematikanya tentu akan membawa semangat hidup dan ghirah perjuangan yang baru. Mustahil perubahan lahir dari jalan demokrasi yang dibenci dan dimurkai Allah. Perubahan yang shahih harus dan hanya dari Islam, yaitu melalui jalan dakwah penegakan syariah dan khilafah. Wallahu a’lam bish shawab.

ADVERTISEMENT

banner 300x250

SCROLL TO RESUME CONTENT

Berita Terkait

Islam Menguatkan Ketahanan Keluarga
Lelaki Pengecut Adalah…
Proyek Gagal Air Bersih (SPAM) Rp 8 Miliar dari Dinas PUPR Pesawaran Tahun 2022 
Masyarakat Antusias Camat Sukoharjo Tanggapi Viralnya Pemberitaan Dugaan Korupsi DD, dan Tanah Hibah Pekon Sukoharjo III Barat
KEJAKSAAN NEGERI PRINGSEWU MUSNAHKAN BARANG BUKTI TINDAK PIDANA YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP (INKRACHT).
Munafik
DEMOKRASI TIDAK BERMAKNA TUNGGAL

Berita Terkait

Selasa, 17 September 2024 - 13:39 WIB

Apa Hukum Darah Haid Keluar Sedikit?

Selasa, 17 September 2024 - 11:40 WIB

Types of Motivational Speakers in the Philippines

Selasa, 17 September 2024 - 09:00 WIB

Memahami Lisensi PSE untuk Bisnis Online di Indonesia

Selasa, 17 September 2024 - 08:20 WIB

Riset Litbang Kompas & Mekari: 52% Perusahaan Indonesia Alami Peningkatan Efektivitas Karena Software Berbasis Awan

Selasa, 17 September 2024 - 06:35 WIB

VRITIMES Memperluas Jangkauan Berita dengan Kemitraan Media Baru Bersama JendelaKaba.com dan DigindoNews.com

Selasa, 17 September 2024 - 06:00 WIB

Airdrop Telegram Paling Dinanti di Bulan Ini: Ada Hamster Kombat!

Selasa, 17 September 2024 - 02:00 WIB

Port Academy Bantu Anda Mengelola Barang Berbahaya di Pelabuhan dengan Sertifikasi IMDG Code

Senin, 16 September 2024 - 16:50 WIB

Teknologi AI dan Blockchain Mengubah Lanskap Kewirausahaan Sosial di TBN Asia Conference 2024

Berita Terbaru

EKONOMI & BISNIS

Apa Hukum Darah Haid Keluar Sedikit?

Selasa, 17 Sep 2024 - 13:39 WIB

BERAU

Masyarakat Berau Keluhkan Pemadaman Listrik Berulang

Selasa, 17 Sep 2024 - 12:36 WIB

EKONOMI & BISNIS

Types of Motivational Speakers in the Philippines

Selasa, 17 Sep 2024 - 11:40 WIB

EKONOMI & BISNIS

Memahami Lisensi PSE untuk Bisnis Online di Indonesia

Selasa, 17 Sep 2024 - 09:00 WIB