Oleh Tri Maya (Aktivis Muslimah Balikpapan)
Maraknya aktivitas penambangan ilegal bukanlah hal yang baru. Benefit besar yang begitu menggiurkan senantiasa menjadi alasan terbesar para pelaku. Terlepas dari berbagai protes karena kerugian negara ataupun protes keras masyarakat karena kerusakan lingkungan. Aktivitas ini kerap dan terus berlangsung massif. Sebut saja aktivitas tambang ilegal di kawasan Sidodadi, Kelurahan Mangkurawang Kecamatan Tenggarong, yang tak luput dari protes dan kecaman masyarakat, termasuk Jatam Kaltim (Jaringan Advokasi Tambang).
Protes dan kecaman masyarakat serta Jatam Kaltim, ditanggapi dengan mediasi oleh Camat Tenggarong beserta jajaran Polsek serta Koramil. Hal ini tentunya melahirkan rasa kecewa. Gelombang aksi unjuk rasa masyarakat seolah dianggap angin lalu oleh pejabat setempat serta penegak hukum. Ada apakah ini? Bukankah aktivitas penambangan ilegal adalah sebuah perbuatan pelanggaran terhadap hukum pasal 158 UU No 3 Tahun 2020 Tentang Minerba. Lantas, kenapa masih massif terjadi?
Kapitalisme Suburkan Penambang Legal dan Ilegal
Tak dapat dipungkiri bahwa kehidupan kapitalisme yang kita jalani saat ini, senantiasa melahirkan berbagai tindak kedzaliman. Begitupun terkait dengan pengelolaan si emas hitam. Emas hitam atau batubara adalah komoditi tambang dengan deposit yang cukup melimpah di Indonesia. Dan sebagai salah satu SDAE yang dimiliki Indonesia, si Emas hitam ini memiliki banyak sekali kegunaan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Batu bara dapat dikonversikan menjadi bentuk uap panas. Kemudian terbentuk sumber tenaga yang dapat menghasilkan tenaga listrik dengan menggerakkan turbin generator listrik. Batu bara dapat digunakan sebagai bahan yang menghasilkan berbagai produk gas, membantu industri aluminium, kertas, dan lain-lain. Selain itu harga jual batubara cukup tinggi hingga saat ini.
Berdasarkan indeks yang dikeluarkan Platt’s ataupun NEX pada Juli 2022, rata-rata harga batu bara global antara 194 dolar AS per ton sampai 403 dolar AS per ton. Sedangkan, harga batu bara acuan (HBA) Indonesia adalah sebesar 319 dolar AS per ton. Dan inilah yang menjadikan bisnis tambang batubara begitu menggiurkan.
Ditambah pula kehidupan Kapitalisme sekuler menjadikan kebebasan kepemilikan adalah hak mutlak setiap individu. Artinya siapapun punya hak untuk melakukan ekspansi bisnis, melakukan eksploitasi serta eksplorasi tambang. Tanpa perlu terhalang dengan batasan aturan agama. Istilah “lu punya duit, lu punya kuasa “ cukup tepat dipakai dalam pesoalan ini. Regulasi UU pun seolah bisa dikangkangi dengan adanya “duit”.
Oligarki adalah penguasa sesungguhnya dalam pemerintahan demokrasi Kapitalis. Jadi, problem kerusakan lingkungan akibat tambang, kerugian negara ataupun hilangnya nyawa akibat eks lubang tambang, bukanlah point yang akan benar benar diperhatikan. Karena sejatinya dari asas regulasi terbentuknya UU saja sudah begitu banyak “dosa” yang diciptakan. UU bukan bersumber dari Sang Khaliq, melainkan pesanan para oligarki untuk melancarkan dan memuluskan bisnis mereka.
Islam Perisai Hakiki Si Emas Hitam
Islam dengan konsep khas yang berasal dari Al Khaliq, memiliki seperangkat aturan terkait tambang. Tambang dengan jumlah tak terbatas adalah bagian daripada kepemilikan umum. Yang mana manusia berserikat atas nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Dawud).
Setiap individu manusia memiliki hak atas pemanfaatan kepemilikan umum tersebut.
Posisi negara adalah dalam proses pengelolaan saja. Bukan kepemilikan. Artinya negara tidak punya hak untuk menyerahkan kepemilikan umum tersebut, baik kepada individu, komunitas atau perusahaan lokal maupun asing.
Negara akan memastikan agar eksploitasi, eksplorasi hulu hingga hilir benar-benar sesuai syariat. Dan dalam hal ini negara bisa saja menggandeng perusahaan swasta tambang untuk proses tersebut. Tetapi dengan catatan hanya akad ijarah saja. Dalam artian semua hasil tambang tetaplah kembali kepada umat selaku pemilik sah. Dan negara bisa mengembalikan hasil tambang ini kepada umat dalam bentuk penggunaan LPG, listrik, air, fasilitas umum (jalan, masjid, ketersediaan fasilitas kesehatan ataupun fasilitas pendidikan), ataupun dalam bentuk uang.
Begitulah indahnya pengelolaan SDAE ataupun kepemilikan umum jika bersandar kepada aturan Sang Khaliq. Si emas hitam akan terselamatkan dengan islam, ia tak lagi merusak lingkungan. Bahkan memberi maslahat kepada umat.
Wallahu a’lam bish showab.